Kita perlu segalanya untuk
berubah karena kita sudah berbelok terlalu jauh. Karena segalanya memang
seperti kapal di tengah lautan. Ketika sedikit saja kehilangan arah, kapal
tidak akan sampai pada tujuan. Dan kita sudah kehilangan arah.
Ya, Kita terlalu jauh
meninggalkan segalanya. Kita terlalu jauh meninggalkan kejujuran. Kita terlalu
jauh untuk peduli pada sesama. Kita telalu jauh meninggalkan pengabdian. Itu
karena sebagian kita sekarang seperti
siput. Siput yang selalu merasa berat membawa rumahnya sendiri. Padahal itu
rumahnya. Itu pekerjaan yang seharusnya iklas ditanggung.
Ah, rasanya pengandaian tentang
siput di atas kurang nyambung.
Siputlah, rumah siputlah! Tidak apa-apa,
silakan pembaca mengartikan sendiri. Mungkin pembaca lebih setuju jika pengandaian tentang siput dikaitkan dengan lambatnya pembangunan. Terserah! Yang penting siputlah.
silakan pembaca mengartikan sendiri. Mungkin pembaca lebih setuju jika pengandaian tentang siput dikaitkan dengan lambatnya pembangunan. Terserah! Yang penting siputlah.
Kita seperti siput karena kita
hidup dengan budaya siput. Dari dulu segalanya memang sudah seperti ini. Makanya
penulis katakan, “Kita perlu segalanya untuk berubah.” Mungkin segalanya perlu
diganti? Ah rasanya tidak mungkin, kasihan! Aset bangsa. Mungkin segalanya
perlu dicuci? Sepertinya ini yang terbaik. Meskipun harus bekerja sangat keras.
Karena kita telah sangat terbiasa sehingga budaya siput sudah sangat kental.
Seperti……? Seperti susu yang terlalu lama di simpan di dalam kulkas, untungnya
belum beku.
Sudahlah, sudahlah! Bagaimana jika
segalanya kita putus sekarang? Tentu saja untuk berubah! Untuk segalanya, agar
menjadi lebih baik. Sudahi melakukan hal-hal yang formalitas belaka. Sudahi
bersandiwara untuk memperoleh tangan tersebunyi pemegang amplop. Ini tidak
baik! Untuk masa depan bangsa ini. Untuk masa depan kita. Karena jika terus membudaya
rasanya segenap bangsa ini tak satupun bakalan
masuk surga. Maaf bercanda! Tapi ada benarnya.
Akhirnya, mari berfikir! Mari
mencuci otak kita masing masing! Sungguh benar-benar kita telah terlalu jauh. Kita
benahi sekarang! Kita memang sudah terperosok, tapi bukan berarti kita harus
selalu dalam keadaan terbenam. Cuci otak! Rasakan kebenaran, niatkan, kerjakan,
maka segalanya pasti berubah! Karena kita bukan siput!
Oh iya, penulis belum mengatakan
hal apa yang sebenarnya sedang dibicarakan. Memang sengaja disamarkan. Tapi
penulis yakin para pembaca sekalian telah bisa menebaknya. Inilah yang penulis
namakan “Birokrasi Tikitik.” Biokrasi
yang menggelitik. Birokrasi senyum simpul para pelaku tikitik. Bukankah hal ini sudah terlalu lama? Tidak perlu
dijelaskan lebih panjang, pembaca adalah penebak jitu untuk hal ini. Karena
budaya, Karena siput, karena segalanya,…..Ya begitulah!
Oleh: C. Tefbana