Sabtu, 08 Oktober 2011

Siput?

Kita perlu segalanya untuk berubah karena kita sudah berbelok terlalu jauh. Karena segalanya memang seperti kapal di tengah lautan. Ketika sedikit saja kehilangan arah, kapal tidak akan sampai pada tujuan. Dan kita sudah kehilangan arah.
Ya, Kita terlalu jauh meninggalkan segalanya. Kita terlalu jauh meninggalkan kejujuran. Kita terlalu jauh untuk peduli pada sesama. Kita telalu jauh meninggalkan pengabdian. Itu karena  sebagian kita sekarang seperti siput. Siput yang selalu merasa berat membawa rumahnya sendiri. Padahal itu rumahnya. Itu pekerjaan yang seharusnya iklas ditanggung.
Ah, rasanya pengandaian tentang siput di atas kurang nyambung. Siputlah, rumah siputlah! Tidak apa-apa,
silakan pembaca mengartikan sendiri. Mungkin pembaca lebih setuju jika pengandaian tentang siput dikaitkan dengan lambatnya pembangunan. Terserah! Yang penting siputlah.
Kita seperti siput karena kita hidup dengan budaya siput. Dari dulu segalanya memang sudah seperti ini. Makanya penulis katakan, “Kita perlu segalanya untuk berubah.” Mungkin segalanya perlu diganti? Ah rasanya tidak mungkin, kasihan! Aset bangsa. Mungkin segalanya perlu dicuci? Sepertinya ini yang terbaik. Meskipun harus bekerja sangat keras. Karena kita telah sangat terbiasa sehingga budaya siput sudah sangat kental. Seperti……? Seperti susu yang terlalu lama di simpan di dalam kulkas, untungnya belum beku.
Sudahlah, sudahlah! Bagaimana jika segalanya kita putus sekarang? Tentu saja untuk berubah! Untuk segalanya, agar menjadi lebih baik. Sudahi melakukan hal-hal yang formalitas belaka. Sudahi bersandiwara untuk memperoleh tangan tersebunyi pemegang amplop. Ini tidak baik! Untuk masa depan bangsa ini. Untuk masa depan kita. Karena jika terus membudaya rasanya segenap bangsa ini tak satupun bakalan masuk surga. Maaf bercanda! Tapi ada benarnya.
Akhirnya, mari berfikir! Mari mencuci otak kita masing masing! Sungguh benar-benar kita telah terlalu jauh. Kita benahi sekarang! Kita memang sudah terperosok, tapi bukan berarti kita harus selalu dalam keadaan terbenam. Cuci otak! Rasakan kebenaran, niatkan, kerjakan, maka segalanya pasti berubah! Karena kita bukan siput!
Oh iya, penulis belum mengatakan hal apa yang sebenarnya sedang dibicarakan. Memang sengaja disamarkan. Tapi penulis yakin para pembaca sekalian telah bisa menebaknya. Inilah yang penulis namakan  “Birokrasi Tikitik.” Biokrasi yang menggelitik. Birokrasi senyum simpul para pelaku tikitik. Bukankah hal ini sudah terlalu lama? Tidak perlu dijelaskan lebih panjang, pembaca adalah penebak jitu untuk hal ini. Karena budaya, Karena siput, karena segalanya,…..Ya begitulah!    

Oleh: C. Tefbana