Rabu, 23 November 2011

Susah

Kami mudah tertipu tuanku
Karena kami hidup dalam ketandusan
Karena dulu rimba, jadi tunggul, kini ilalang
Mudah sekali terbakar
Seperti kami yang mudah tertipu
Kami juga tak pandai bicara
Karena mungkin kami dilestarikan
Pendidikan jauh
Jalan tak bagus
Susah kemana-mana
Kami hanya di sini
Susah berladang
Susah memasarkan hasil ladang.

Oleh: C. Tefbana

Sabtu, 29 Oktober 2011

Cerita Singkat

Aku mendengar cerita
Dan aku tahu aku sudah kehilangan
Ternyata cerita itu begitu singkat jika keduanya sama

Aku sudah lama
Dan aku tidak melihat tanda pada cerita
Aku memang sudah kehilangan

Mengapa cerita ini baru ada?
Mengapa begitu lama aku disadarkan?

Senin, 24 Oktober 2011

Nyanyian Pilu Belantara

Menatap pilu belantara
Belantara menapak derita

Bukan persoalan mencari nafkah
Tapi persoalan lupa pada kehidupan
Pada perkampungan di tepi belantara
Pada anak cucu
Pada cerita belantara di masa datang

Sebab mesin-mesin telah terlalu angkuh

Sabtu, 15 Oktober 2011

Aku Tidak Tahu

Ketika puisi tak lagi mampu menghibur
Kemanakah aku?
Segala asa menjadi hampa
Aku menatap kesia-siaan
Aku menyayangi kesia-siaan

Dalam heningnya malam
Dalam hiruk pikuk keramaian
Tak kutemukan kamu

Sabtu, 08 Oktober 2011

Siput?

Kita perlu segalanya untuk berubah karena kita sudah berbelok terlalu jauh. Karena segalanya memang seperti kapal di tengah lautan. Ketika sedikit saja kehilangan arah, kapal tidak akan sampai pada tujuan. Dan kita sudah kehilangan arah.
Ya, Kita terlalu jauh meninggalkan segalanya. Kita terlalu jauh meninggalkan kejujuran. Kita terlalu jauh untuk peduli pada sesama. Kita telalu jauh meninggalkan pengabdian. Itu karena  sebagian kita sekarang seperti siput. Siput yang selalu merasa berat membawa rumahnya sendiri. Padahal itu rumahnya. Itu pekerjaan yang seharusnya iklas ditanggung.
Ah, rasanya pengandaian tentang siput di atas kurang nyambung. Siputlah, rumah siputlah! Tidak apa-apa,

Rabu, 28 September 2011

Doaku

doaku terjawab satu hari
itu belum cukup
meski telah menjawab sejuta kerinduan
aku ingin doaku terjawab seribu hari
bahkan untuk selamanya

sebab doaku adalah penantian panjang
doaku adalah harapan
doaku adalah hasrat
disanalah ingin kupetik kuntum

Senin, 29 Agustus 2011

Perisai Hanyut

Raih perisaimu sebelum ia sampai ke Niagara
Karena lumpur Niagara adalah comberan gedung putih

Raih perisaimu
Sebelum ia sampai ke Atlantik
Karena di Atlantik, tarian telanjang sedang dihanyutkan

Raih perisaimu
Karena ia sedang dihempas gelombang peradaban

Raih dan pegang erat
Sebelum arus zaman mengubah kiblatmu 

oleh: C Tefbana

Minggu, 14 Agustus 2011

Taman Firdaus

Lihat aku dalam taman firdaus
Seorang putri datang menghampiriku
Tangannya menggendong sebuah kendi
Ia semakin dekat, tinggal beberapa langkah lagi

Ketika telah dekat
Dituangnya air bening
Dalam cangkir kehidupanku
Dan iapun menghilang

Oleh: C. Tefbana

Jumat, 29 Juli 2011

Mari ke Kedai!


Teman-temanku, mari kita duduk bersama. Di sana ada sebuah kedai, tempat kita dahulu berbagi cerita. Dan hari ini, waktu membawa kita bertemu kembali. Mari kita pergi pada kedai yang sama. Jangan khawatir, tenang saja,  sebab aku yang akan membayar semuanya. Kopi pahit kesuakaan kita akan kupesankan untuk kalian. Dan tentu saja sebungkus rokok kretek, untuk sekedar mengenang kebersamaan.
Mari bercerita, mari meminum kopi pahit. Sebab memang kepahitan bukan untuk disesali, tetapi untuk dirasakan agar kita menjadi manusia yang lebih kuat. Bukankah empedu

Minggu, 03 Juli 2011

Kehancuran Dukacita

Dimanakah kekuatanmu wahai dukacita
Dimanakah kekuatanmu wahai tangisan
hari ini kulihat ratapmu oleh tangan Tuhanku
Hari ini padang tandus memperoleh airnya
bunga-bunga merekahkan kuncupnya
para biduan bernyanyi tentang cinta
dan sajak kebahagian tercipta oleh sang pujangga

Oleh: C. Tefbana

Rabu, 22 Juni 2011

Tegar


Dalam kegagalan besar aku berjalan
Dalam kehampaan
Dalam kekesalan yang dalam

Kugenggam erat kau derita
Kusimpan untukku
Untuk cerita dimasa tua

Sebuah cerita tentang ketegaran
Karena sekarang aku akan bertahan dan melawan

Minggu, 19 Juni 2011

Selamat Datang Malam 2!


Selamat datang malam,
Selamat datang keheningan
Selamat datang masa perenungan

Selamat datang malam
Selamat datang pelepas penat
Selamat datang masa beristirahat

Selamat datang malam
Selamat datang  rangkaian mimpi
Selamat datang masa penyambut pagi

Oleh: C. Tefbana

Jumat, 17 Juni 2011

Kesia-siaan


Dunia penuh dengan persoalan
Karena di dalamnya penuh kesia-siaan
Kemarin orang-orang percaya bersukacita karena doanya terkabul
Dan hari ini orang-orang yang tak pernah berdoa menerima sukacita yang sama
Yang baik dan yang jahat seakan diperlakukan sama
Bukan karena tidak ada keadilan
Tapi karena dunia yang sia-sia
Karena dunia yang tak pernah menawarkan keabadian

Oleh: C. Tefbana

Selasa, 14 Juni 2011

Selamat Datang Malam!


Selamat datang malam
Aku sambut engkau dengan senyuman
Sekarang semua telepas
Seperti cahaya yang redup perlahan
Lalu kemudian lenyap
Seperti sudut-sudut ruangan tanpa pijar neon
Aku hening, tanpa hiruk pikuk
Tanpa seorang pun di sana

Mungkin inilah masanya
ketika relung kepedihan tak lagi mampu menampung tangisan
keika tingkap-tingkap kebahagian tak lagi mencurahkan harapan

Senin, 13 Juni 2011

Selamat Paskah!


Selamat Paskah kelabu!
Paskah yang mengusir dengan awan hitam dan rintiknya
Paskah yang menyucikan perjamuannya
Paskah yang memutus harapan pada pagi kebangkitan

Paskah ini untuk orang pendosa
Untuk orang yang gemar berselingkuh
Sebab hari ini hari kemarahan Sang Kekasih

Ini peringatan bagimu wahai pencinta

Kamis, 09 Juni 2011

Lahir, Hidup dan Mati


“Lahir, hidup dan mati.” Bahwa hidup itu sesungguhnya berawal dari kelahiran dan berakhir dengan kematian. Bahwa semua orang mengalaminya.  Orang-orang yang hidup di desa, orang-orang yang hidup kota, orang-orang miskin, orang-orang kaya, orang-orang yang telahir sebagai suku A,      orang-orang yang terlahir sebagai suku B, orang-orang dengan segala pekerjaannya, orang-orang dengan segala perbedaannya, semuanya mengalami hal yang yang sama,” lahir, hidup dan mati.”
Ungkapan di atas mungkin terlalu klise untuk dibahas. Semua orang pernah mendengarnya. Artinya, orang-orang yang hidup di desa, orang-orang yang hidup di kota, orang-orang miskin, orang-orang kaya, orang-orang yang telahir sebagai suku A, orang-orang yang terlahir sebagai suku B, orang-orang dengan segala pekerjaannya, orang-orang dengan segala perbedaannya tahu

Rabu, 08 Juni 2011

Berlari


Berlari

Ini pertama kali aku berlari
Karena di ujung sana kulihat cahaya
Meskipun segalanya samar
Meskipun ini yang pertama
Aku ingin terus berlari
Bahkan, jika cahaya itu hanya fatamorgana
Aku ingin tetap terus berlari

Oleh: C. Tefbana

Jumat, 03 Juni 2011

Entah Siapa?


Bagaimana mungkin kita berjalan ke depan
Jika jalan dan jembatan tak karuan

Bagaimana mungkin kita bisa bicara
Jika kita tak punya orang-orang yang dapat dipercaya

Intinya, kita terabaikan
Entah oleh siapa yang seharusnya memperhatikan

Kitalah perkampungan-perkampungan merana

Minggu, 29 Mei 2011

Selasa, 26 April 2011

Dingin


Dua kali aku melangkah
Dalam langkah terakhir
Dingin menembus kulitku
terasa, dari kaki sampai ke hati

Akupun membeku
Dinginnya dingin kembali mengurungku
Seperti pada masa laluku

Oh nyala api!
Aku merindukanmu
Tak sanggup kutunggu musim panas tiba

                                   Oleh: C. Tefbana

Kamis, 14 April 2011

Surat Panggilan


Kepada para sahabat
Kepada yang belum terjerat

Ceritakanlah sahabatku
Ceritakan dan teriakkan, tentang kampung kita
Tentang jalan dan jembatannya

Selasa, 12 April 2011

Kisah Buaya dan Pemberi Nama


Inilah kisah buaya bukan buaya
Kisah karena pemberi nama
Kisah ketika hati berkata
Kisah mimpi yang akan nyata

Buaya tidur di atas sofa
Buaya tidur berpura-pura

Senin, 11 April 2011

Panceklik

Panceklik klik
Hidup tak lagi klik
Orang miskin kik....kik....kik

Panceklik, hik...hik...hik
Bayi mati dibalik bilik
Karena ayah tak beli mimik

Panceklik, mencekik

Hilangnya Malam

Hari ini akan berakhir
Karena matahari harus terbenam
Tepat pada waktunya

Malampun tak dapat berlari
Lengang dan remang
Dingin erat memeluk raga