Ketika deru mesin perlahan
Ketika seperti biasa aku mendayu dalam
lamun kerinduan
Samar seorang pemuda terhuyung di tengah
jalan
Badannya penuh tato, rambut urakan
Dengan celana jeans ada bolong-bolongan
Preman, itu pasti preman!
Kutarik nafas, kuarahkan motor sedikit
ke tepian
Dengan soelah-olah tidak menghiraukan
Kutambah sedikit, sedikit , sedikit,
kecepatan
Alahmak, roda berputar dalam ketakutan,
menepis bebatuan
Dan ketika tepat berpapasan,….
Aku terpejam, angin yang melabrak
membawaku dalam sebuah pusaran
Ah, tubuhku terpelanting, aku tercebur
dalam selokan
Celaka, celaka! dasarnya lumpur pula yang menarikku pada kedalaman
Untungnya sepasang tangan menariku
dengan cekatan
Itu dia, pemuda yang kusangka preman
memberikan pertolongan
Kubersihkan pakaian dengan wajah
memalukan
Lalu kudengar Sang Pemuda berucap dalam sajak
kebijaksanaan
“Itu dia kehidupan kawan
Jeratnya adalah lamunan dan ketakutan
Namun semua ada bukan tanpa perhitungan
Lamunan untuk tempat orang
menggantungkan impian
Dan ketakutan untuk menguji nyali setiap
insan
Para pecundang akan terhanyut dalam
buaian
Dan dengan perlahan terbenam dalam
lumpur kehancuran
Tetapi para pemenang adalah pemegang
kehidupan
Karena mereka menapakinya dengan keberanian
Dan meeneguhkannya dengan ketabahan
Ketabahanlah yang mengangkatmu ketika
engkau mengalami kejatuhan.
Karena darinyalah, Yang Maha Penolong berkenan”
Aku tersentak, sungguh pria ini bukan
preman.
Namun sebelum kujabat tangannya, aku
kembali terbawa oleh sebuah pusaran
Hanya samar kulihat Sang Pemuda
menjelma, tampak seperti raja dengan segala keagungan
Lalu sebuah cahaya menjemputnya, Ia
terangkat dalam awan-awan.
Dan seketika itu aku kembali
berkendara, menempuh jalan-jalan dalam
kekuatan.
Oleh: C. Tefbana