Perjalanan
dimulai.......
Sesi I.
Pada langkah pertama, kakiku teersandung batu. Darah pada luka kecil,
tanda bahaya! Dan seekor tedung kelur dari semak, nyaris mematokku! Sebuah
Tanda Cinta. di sekitar tak ada seorang pun, semua sibuk karena kenaikan harga
BBM. Dan di ujung sana cahaya menyapa, mengerlip seperti
kunang-kunang...........
Sesi II.
Malam menjelang, terperangkap dalam belantara. Kusandarkan tubuhku pada
sebatang pohon tua. Lelah!!!!! Masih terbayang perkampungan yang terlewati.
Gambar-gambar porno terpajang pada dinding rumah-rumah penduduk, memancing
syahwat! Di kedai orang-orang bercerita tentang pengkhianatan, tentang
kebijakan pejabat yang tak memihak rakyat, diselingi kelakar primodialisme. Bagaimana
aku akan sampai? Kalah menghantui, memprovokasi untuk mundur, sejengkal bahkan
ribuan jengkal. Dan seketika angin selatan menembus tubuhku. Namun dalam sayu
mataku, kerlip itu masih tampak, di balik rimbun dedaunan....Aku pun
terlelap.......
Sesi III.
Di padang
gurun, terik. Dahaga menggelitik kerongkongan. Di depanku kulihat air. Tapi aku
tahu benar, aku tidak akan mengajarnya. Karena sudah dua kali aku tertipu
fatamorgana, ilusi belaka!! Kuambil persediaan airku. Yang tinggal sedikit,
kuminum sedikit, tersisa sedikit. Puas, nikmat rasanya, aaah, sampai terpejam
mataku, dan kubuka perlahan. Astaga!! Aku dalam keramaian, ini kerumunan
demonstran, orang-orang berteriak tentang harga. Tiba-tiba seorang pemuda
bertampang preman , meraih tanganku. Sambil berkata-kata ia menarikku. “Mari
pengecut, tidakah kau dengar genta kemarahan rakyat, jangan hanya berdiri di
belakang ”. Dua, tiga langkah aku terseret genggamannya. Dan pada langkah
keempat, “tidak” teriakku, “kalian boleh menyebutku apapun, tapi aku bukan
demonstran sablon.” Dengan sekali gerakan kulepaskan genggamannya. Aku berlari
menghidari kerumunan. Beberapa orang berusaha menangkapku, tetapi berhasil
kukibaskan. Aku berlari dan terus berlari, meski tak tahu di depan atau di
belakangku ilusi atau bukan…….Dan kerlip itu masih tampak, nun di ujung sana…..
Sesi IV.
Seperti tertidih beban ratusan kilo, tubuhku terhempas ke tanah. Aku tak
tahu berapa jauh telah berlari. Lelah, seperti mau muntah rasanya. Sampai
akhirnya, samar kulihat seorang pria mengulurkan tangannya ke arahku.
Direngkuhnya tubuhku dan diangkatnya. Diberinya aku seteguk air......... Dan Ia
pun berlalu dengan menunggangi seekor keledai. Ah...., sekarang aku berada pada
pantai berpasir indah. bintang gemintang, debur ombak perlahan dan sepasang
kura-kura yang menyambutnya. Di seberang sana kulihat sebuah pulau, darinya
memancar aurora. Itulah yang mengerlip dari jauh seperti kunang-kunang... Dan
lihatlah, seperti riwayat "Thor Odinson" sebuah jembatan pelangi
menjemputku,...... aku berjalan di atas pelangi.........
Sesi V.
Negeri Cahaya! Di sini
orang-orang bercerita tentang cinta. Rakyat mencintai pejabat, pejabat
mencintai rakyat. Tidak ada perang tidak ada perseteruan. Tidak ada tangis kelaparan,
juga tidak ada percabulan. Bernas-bernas terbaik tumbuh dari tanahnya. Sejuk airnya, melepas dahagaku yang panjang. Sungguh
sebuah negeri impian. Dan damai mengalir di sekujur tubuhku…
Perjalanan usai……….
Oleh: C. Tefbana