Senin, 02 April 2012

Mengejar Kunang-Kunang

Perjalanan dimulai.......
 
Sesi I.
Pada langkah pertama, kakiku teersandung batu. Darah pada luka kecil, tanda bahaya! Dan seekor tedung kelur dari semak, nyaris mematokku! Sebuah Tanda Cinta. di sekitar tak ada seorang pun, semua sibuk karena kenaikan harga BBM. Dan di ujung sana cahaya menyapa, mengerlip seperti kunang-kunang...........
 
Sesi II.
Malam menjelang, terperangkap dalam belantara. Kusandarkan tubuhku pada sebatang pohon tua. Lelah!!!!! Masih terbayang perkampungan yang terlewati. Gambar-gambar porno terpajang pada dinding rumah-rumah penduduk, memancing syahwat! Di kedai orang-orang bercerita tentang pengkhianatan, tentang kebijakan pejabat yang tak memihak rakyat, diselingi kelakar primodialisme. Bagaimana aku akan sampai? Kalah menghantui, memprovokasi untuk mundur, sejengkal bahkan ribuan jengkal. Dan seketika angin selatan menembus tubuhku. Namun dalam sayu mataku, kerlip itu masih tampak, di balik rimbun dedaunan....Aku pun terlelap.......
 
Sesi III.
Di padang gurun, terik. Dahaga menggelitik kerongkongan. Di depanku kulihat air. Tapi aku tahu benar, aku tidak akan mengajarnya. Karena sudah dua kali aku tertipu fatamorgana, ilusi belaka!! Kuambil persediaan airku. Yang tinggal sedikit, kuminum sedikit, tersisa sedikit. Puas, nikmat rasanya, aaah, sampai terpejam mataku, dan kubuka perlahan. Astaga!! Aku dalam keramaian, ini kerumunan demonstran, orang-orang berteriak tentang harga. Tiba-tiba seorang pemuda bertampang preman , meraih tanganku. Sambil berkata-kata ia menarikku. “Mari pengecut, tidakah kau dengar genta kemarahan rakyat, jangan hanya berdiri di belakang ”. Dua, tiga langkah aku terseret genggamannya. Dan pada langkah keempat, “tidak” teriakku, “kalian boleh menyebutku apapun, tapi aku bukan demonstran sablon.” Dengan sekali gerakan kulepaskan genggamannya. Aku berlari menghidari kerumunan. Beberapa orang berusaha menangkapku, tetapi berhasil kukibaskan. Aku berlari dan terus berlari, meski tak tahu di depan atau di belakangku ilusi atau bukan…….Dan kerlip itu masih tampak, nun di ujung sana…..

Sesi IV.
Seperti tertidih beban ratusan kilo, tubuhku terhempas ke tanah. Aku tak tahu berapa jauh telah berlari. Lelah, seperti mau muntah rasanya. Sampai akhirnya, samar kulihat seorang pria mengulurkan tangannya ke arahku. Direngkuhnya tubuhku dan diangkatnya. Diberinya aku seteguk air......... Dan Ia pun berlalu dengan menunggangi seekor keledai. Ah...., sekarang aku berada pada pantai berpasir indah. bintang gemintang, debur ombak perlahan dan sepasang kura-kura yang menyambutnya. Di seberang sana kulihat sebuah pulau, darinya memancar aurora. Itulah yang mengerlip dari jauh seperti kunang-kunang... Dan lihatlah, seperti riwayat "Thor Odinson" sebuah jembatan pelangi menjemputku,...... aku berjalan di atas pelangi.........

Sesi V.
Negeri Cahaya! Di sini orang-orang bercerita tentang cinta. Rakyat mencintai pejabat, pejabat mencintai rakyat. Tidak ada perang tidak ada perseteruan. Tidak ada tangis kelaparan, juga tidak ada percabulan. Bernas-bernas terbaik tumbuh dari tanahnya.  Sejuk airnya, melepas dahagaku yang panjang. Sungguh sebuah negeri impian. Dan damai mengalir di sekujur tubuhku…

Perjalanan usai……….


Oleh: C. Tefbana